Wednesday, November 28, 2012

Snow Flower And The Secret Fan


Salah satu negara di Asia yang patut diamati perkembangan perfilmmannya barangkali adalah China.  Sutradara Asia yang sukses di Hollywood sana rata-rata berasal dari China.  Saya menggemari film-film kolosal atau film dengan setting periode tertentu.  Itulah kenapa saya tertarik menonton film ini.  Awalnya saya kira, secara keseluruhan film ini akan bersetting China tahun 1829.  Tapi ternyata film ini menggunakan alur maju mundur. 


Nina (Li bing bing) baru saja mendapat promosi dari kantornya untuk dipindahkan ke kantor cabang mereka di New York.  Saat pesta kepndahan itu berlangsung, Sophia (Jung Ji hyun) menghubungi ponsel Nina dengan raut wajah depresi.  Saat tengah malam dan sedang tertidur, telephon Nina bordering dan seorang perawat dari rumah sakit mengabarkan bahwa Sophia mengalami kecelakaan dan sedang koma. 

Kita lalu dibawa ke China tahun 1829.  Seorang anak perempuan, Lily,  sedang menjalankan tradisi foot binding.  Sambil menangis kesakitan ia bertanya pada ibunya kapan ia bisa bermain.  Si ibu  hanya menenangkan sambil mengingatkan Lily bahwa ritual ini penting untuk bisa mendapatkan seorang suami dari keluarga berada.  Di tempat lain, snow flower, juga sedang menjalani ritual yang sama.  Mereka berdua ini nantinya akan menjadi saudara melalui sumpahLaotong.  Sumpah Laotong adalah perjanjian antar anak perempuan yang ditentukan oleh takdir untuk menjadi saudara, nantinya mereka akan saling membantu dan saling berbagi kisah satu sama lain.  Ibaratnya di saat masa-masa sulit saat menjalani foot binding, ada seseorang yang bisa diajak berbagi cerita bersama dan merasakan sakit yang sama sehingga si anak tidak terlalu menderita. 

Kita akan melihat bahwa Nina dan Lily serta Sophia dan Snow Flower memiliki wajah yang sama.  Setelah dewasa Lili yang berasal dari keluarga mikin berhasil menikah dengan seorang laki-laki dari keluarga kaya berkat kakinya yang dianggap sempurna.  Sedangkan Snow Flower bernasib kurang baik dan hanya menikah dengan seorang tukang daging miskin.  Lily dan snow flower masih berhubungan dan bertukar cerita melalui sebuah kipas dan menggunakan huruf nushu dimana huruf itu biasa dipakai oleh para perempuan sepersumpahan laotong dan hanya mereka yang memahami huruf itu.  Lily pun sesekali mengunjungi snow flower, mereka saling bercerita tentang suami dan keluarganya. 

Persaudaraan Lily dan Snow Flower mendapat banyak ganjalan dari keluarga suami Lily.  mereka menganggap Lily tidak seharusnya bergaul dengan orang msikin seperti snow Flower.  Meskipun begitu mereka berdua masih berhubungan melalui kipas yang biasa mereka gunakan.   Persaudaraan mereka yang erat dibawa hingga akhir hayat mereka, walupun mereka tidak saling bertemu.

Selama mencari tahu dimana Sophia tinggal, Nina mnelusuri kembali kenangan akan persahabatan mereka.  Bahkan dulu saat masih remaja, Nina dan Sophia menjalani sumpah laotong bersama.  Nina bahkan melepaskan kesempatannya pergi ke New York demi menebus masa-masanya yang hilang bersama Sophia.  Ia menunggui Sophia hingga sadar dan menemukan arti cinta dalam persahabatan mereka.  Seperti cinta bagi saudara satu sumpah Laotong yang dirasakan oleh Lily dan Snow Flower.  


Melalui film ini untuk pertama kalinya saya melihat bagaimana praktek foot binding yang terkenal itu.  Praktek yang menjarah hak asasi perempuan sebagai manusia.  yang memenjarakan mereka ke dalam kuasa laki-laki.  Alasan para perempuan Cina pada waktu itu menjalani ritual foot binding adalah untuk membentuuk kaki mereka menjadi kecil.  Karena kaki yang kecil menunjukkan kecantikan seorang perempuan, dengan kaki yang kecil mereka bisa mendapatkan seorang suami dari keluarga kaya.  Mendapatkan suami dari keluarga kaya berarti mendapatkan jaminan kesejahteraan dan peningkatan derajat seumur hidup. 


Melaui film ini juga kita bisa melihat penjajahan terhadap kaum perempuan pada jaman dulu di luar Indonesia.  Yang saya pikir lebih mengerikan yang terjadi di Cina adalah tidak hanya secara batin dan martabat, perempuan bahkan tidak merdeka atas tubuh mereka sendiri.  Memberontak pun pasti tidak mungkin, kalau saya ada di jaman itu mungkin saya juga akan pasrah dan tidak akan memberontak.  Mengingat harkat dan martabat keluarga serta kesejahteraan kedua orang tua saya yang akan ikut terangkat jika bisa mendapatkan suami yang kaya. 

Melalui sumpah Laotong yang diucapkan antar perempuan yang tidak saling mengenal yang kemudian menjadi saudara satu sependeritaan.  Rasa sakit itu berubah menjadi cinta.  Cinta itu bisa sangat luas sekali kan? Bahkan cinta antar sesame perempuan dalam ikatan persaudaraan itu juga bisa disebut cinta.  Nina/lily dan Sophia/snow Flower menemukan cinta terdalam mereka melalui hubungan persahabatan/persaudaraan mereka.  Saya menemukan satu hal setelah menonton film ini, cinta sejati bisa kita temui dengan orang yang merasakan dan menjalani penderitaan yang sama dengan kita. 

Jadi, kalau kalianmerasa cinta mati dengan seseorang, ada baiknya kalian bertanya lagi pada diri sendiri.  Dia kah cinta sejatimu?  bisa jadi cinta sejatimu itu orang lain.

Buat yang suka film sejarah, film ini saya nilai 9 dari 10.  Buat yang udah pernah nonton film Maid in Manhattan nya J-Lo film ini disutradarai oleh sutradara yang sama.

Sutradara : Wayne Wang
Pemain :Jung Ji Hyun, Li Bing Bing
Release : 15 July 2011
Negara : China & USA
Budget : $6.000.000
Box Office : $11, 348, 205

Monday, November 26, 2012

Press Pause Play


 "Digital Revolution, Mediocrity, and Democracy"

“slap up their rare  stuff on  facebook, on  youtube, we get lost, we get lost in the ocean of garbage” – Andrew Keen, Press Pause Play

Pertama kali berkenalan dengan film ini adalah ketika saya iseng mengunjungi screening film ini yang diadakan dalam acara Indonesia Netlabel Festival 2012 (INF).  Dari ketidak puasan menonton dalam ruang yang besar dengan banyak orang dan film ini tidak dilengkapi dengan subtitle berbahasa Indonesia maupun Inggris yang  membuat saya agak sulit untuk memahami isinya, saya lalu meminta film ini kepada salah satu panitia untuk dikopi ke dalam flashdisk, dan mencoba memutar film ini secara personal di kamar saya. Butuh berkali-kali menonton bagi saya untuk memahami isi dari film ini karena keterbatasan saya terhadap bahasa.

Ide dasar pada film ini menurut saya sangat menarik, mengingat bahwa ide yang diusung sangat dekat dengan kehidupan kita sekarang, “digital revolution” begitulah dalam film ini disebutkan. Film ini mencoba untuk merekam dan memberikan berbagai prespektif tentang revolusi digital itu sendiri. Bagaimana implikasinya terhadap kehidupan kita terutama dalam hal industri kreatif (musik, film, iklan, desain grafis, dsb). Dalam film ini kita diajak untuk menyelami bagaimana revolusi digital tersebut telah mengubah prespektif masyarakat dalam melihat karya dan proses kreatif. “In older days, twenty until fifty years ago, people didn’t  make a things, so people go to photography, people go buy records and they’re professional artist. Now everyone is photographer, everyone is film maker, everyone is writer, and everybody is musician” begitulah kata moby seorang artis yang diwawancarai di dalam film ini.


Film ini memberikan pandangan yang menurut saya cukup mendalam dan berimbang. Film ini menghadirkan berbagai narasumber dimulai dari jurnalis, artis, penulis, produser musik, komposer, film maker, hingga dosen. Tidak hanya itu mereka (si pembuat film) mencoba menampilkan bahwa revolusi digital telah terjadi dimana saja dengan berkunjung ke berbagai negara di belahan dunia. Kelemahan yang biasa saya temukan pada film dokumenter adalah visual yang terkadang membosankan (meskipun idenya sangat menarik), namun saya tidak menemukan hal tersebut disini. Film ini memadukan antara animasi, pengambilan gambar, dan backsound yang membuat saya duduk manis untuk tetap menontonnya.

Film ini terbagi dari beberapa bagian, yaitu “The Technology Is Great”, “The Industry Is Dead”, “Artist Have The Power”, dan “The Craft Is Gone”. Pada bagian pertama membahas tentang bagaimana teknologi berimplikasi besar terhadap digitalisasi, teknologi telah mengubah pola kerja kreatif dengan mempermudah dan mempersingkatnya yang kemudian berdampak pada matinya industri, karena semua orang sudah dapat memproduksinya sendiri. Dibagian kedua menunjukkan dampak dari digitalisasi dan pengaruhnya terhadap industri kreatif. Dibagian ketiga menunjukkan bagaimana seorang artis dapat mempengaruhi audiens dan digitalisasi telah mempermudah langkah tersebut. Di bagian terakhir menunjukkan bahwa revolusi digital telah mematikan proses-proses pengetahuan dalam proses kreatif, “one of fascinating aspect of digital revolution on creative process is how its separated two and extend knowledge of craft and creativity, you know its like to be a good photographer you had to know how developed your film then print your own film and you had understand how camera works, and now that doesn’t matter” begitulah cuplikan wawancara dalam bagian ini.

Di film ini bagi saya pribadi telah menarik lebih dalam untuk tidak hanya kemudian melihat bahwa revolusi digital adalah sebagai sesuatu yang “wah” atau sebagai sesuatu yang “perlu”, namun sebagai sesuatu yang perlu diwaspadai dan dikritisi. Digitalisasi telah mewadahi demokrasi lebih baik, dimana membuat dan menyatakan sebuah gagasan menjadi lebih terbuka dan dapat diadopsi oleh siapapun. digitalisasi telah menguak cara-cara lama dalam proses yang singkat. Namun di sisi lain digitalisasi telah membawa bola liar sebuah “mediocrity” dalam industri kreatif terutama. “if everybody is musician and everybody making mediocre music and advancely the world covered by mediocrity and people start comfortable with mediocrity” begitulah salah seorang narasumber dari film ini mengatakan. Ya mau tak mau nampaknya kita harus mengamini hal ini.

Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah bahwasanya di era digital memang mempermudah langkah kita dalam mencipta, namun ada beberapa yang harus diperhatikan bahwa apakah benar karya kita sudah benar-benar pantas untuk ditampilkan di hadapan publik yang sekarang lebih luas karena jaringan internet atau jangan-jangan kita terbuai dengan karya yang sebenarnya “biasa-biasa” saja. Bagi saya sendiri hanyalah waktu yang dapat mengungkapkannya, karena keseriusan itu benar-benar membutuhkan waktu yang tidak sedikit, setidaknya menurut saya.

Tittle : Press Pause Play
Genre : Documentary
Directror : David Dworsky and Victor Kohler
Duration : 80.48 minute
website : presspauseplay.com


Bisma Hakim
Komunikasi 2010

Wednesday, November 21, 2012

The Secret of Kells



 

"Pangur Ban, Pangur Ban ... You must go where i cannot ... " Aisling in The Secret of Kells

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih untuk teman-teman Kine yang dengan rendah hati mau menghidupkan blog ini lagi. Saya bukan anggota Kine dan tentu saja, saya tidak tahu seluk beluk film sedalam teman-teman semua (oh ya, belum lagi saya adalah angkatan tua 2008). Saya anggap tulisan ini sebagai sebuah pengingat pertemanan mengingat blog ini adalah 'teman dekat' yang dulu sering saya baca ketika Kine masih dipegang April, saat saya masih pertama kali belajar menulis lewat blog. Dua tahun tak bertemu, saya rasa sebuah sumbangan tulisan tak ada salahnya. Dan hei, siapa tahu ada teman-teman lain yang akhirnya getol melihat parahnya tulisan saya tentang film sehingga mau meramaikan blog ini lagi.

Saya harus berterima kasih pada keseloan kemarin malam yang akhirnya mempertemukan saya dengan sebuah film yang menurut saya pribadi, adalah salah satu film animasi terbaik yang pernah saya tonton. The Secret of Kells, sebuah film animasi Prancis besutan sutradara Tomm Moore. Film yang merupakan hasil kerjasama antara pemerintah Belgia, Prancis, dan Irlandia ini merupakan hasil rumah produksi animasi terbaik Irlandia, Cartoon Saloon. Film ini telah mememenangkan berbagai penghargaan bergengsi, salah satunya dinominasikan sebagai film animasi terbaik di Golden Globe Award tahun 2010. 



Bersetting di Irlandia kuno saat kristen pertama kali hadir di tanah celtic, kita akan diajak untuk mengikuti petualangan si rahib cilik Brendan dan petualangannya untuk berhasil menyelesaikan buku ajaib The Book of Iona, sebuah buku yang dikatakan mampu mengubah kegelapan menjadi cahaya. Petualangan Brendan menjadi penuh warna saat si rahib kecil ini keluar benteng untuk pertama kalinya dan bertemu Aisling, peri kecil penguasa hutan yang mampu merubah diri menjadi serigala putih. Brendan dengan gigih terus berusaha menyelesaikan the Book of Iona untuk dapat menyelamatkan tanah Irlandia dari serangan Northmen yang haus darah dan emas dengan dibantu oleh brother Aidan yang ceria, Aisling yang misterius, dan si kucing putih Pangur Ban yang arogan.


The Secret of Kells adalah sebuah film animasi yang unik dan 'berbeda'. Dirilis tahun 2009, film ini tidak menggunakan teknologi animasi 3D, juga tidak menampilkan adegan yang spektakuler seperti yang sering kita lihat di film-film animasi kebanyakan saat ini. Menonton The Secret of Kells membuat kita teringat dengan film-film kartun Nicklodeon yang sering kita tonton sepulang sekolah dulu, atau bahkan mengingatkan kita dengan buku cerita bergambar Fabel Aesop. Sekilas film ini nampak sederhana atau bahkan terlalu klasik. Tapi hanya dengan menonton 3 menit film ini di awal saya sudah langsung jatuh cinta dengan scriptnya, lewat bisikan Aisling yang memulai cerita tentang Kells dan buku ajaibnya. Dan memang benar, film ini lebih tepat kalau disebut sebagai sebuah work of art.



Salah satu kekuatan utama dari The Secret of Kells menurut saya adalah dari sisi art directing. Film ini menampilkan visual yang unik. The Secret of Kells berhasil membuat perpaduan cantik antara gaya buku bergambar anak-anak yang sederhana, kental dengan sentuhan cat air bertemu dengan gaya art nouvou yang detail dan rumit seperti yang tampil pada manuskrip-manuskrip kristen awal. Simple, yet complicated. Seperti gabungan antara buku cerita Where the Wild Things Are yang dipadukan dengan seni kristen celtic kuno. Hasinya adalah sebuah penampilan visual yang cantik dan berbeda. 

Yang kedua adalah dari tema cerita. The Secret of Kells bertema tentang peristiwa Irlandia kuno saat kristen pertama kali datang dan berusaha bertahan dari serangan para perompak Viking (atau yang dikenal dengan Northmen). The Secret of Kells adalah sebuah alegori raksasa, bercerita tentang mitologi Irlandia yang dibalut dengan tema kristiani yang well, tidak terlalu kental juga tidak terlalu manis. Sayangnya memang harus diakui jalan cerita keseluruhan cerita ini terkesan sedikit datar. Namun harus diakui bahwa kekuatan utama dari film ini adalah dari sisi musiknya. Bruno Coulais sang music director telah berhasil memberikan jiwa pada film ini lewat aransemen musiknya. Gaya musik celtic kuno disusun cantik dan ditata pas untuk setiap adegan. Untuk hal yang saya sendiri tak bisa mengerti, saya merinding ketika mendengarkan Aisling menyanyi untuk mengubah sang kucing Pangur Ban menjadi bayangan guna membebaskan Brendan dari penjaranya di menara. Ada kesan mistis dan religius yang susah dingkapkan dari musik-musik yang dihadirkan di film ini.

Jika ada waktu, pertimbangkanlah untuk menonton film ini. Salah satu pelajaran yang bisa saya dapat dari film ini adalah ternyata bisa memadukan sebuah tema agama dengan seni dan animasi, dengan hasil yang bukan saja menyentuh tapi juga mengagumkan. Terima kasih sudah menyempatkan membaca tulisan saya ini :) 


- Angga Prawadika -
www.gangstamonsta.blogspot.com 



Saturday, November 17, 2012

Kinews is Back!


Selamat malam para pecinta film ^^

Iseng-iseng buka Kinews karena postingan seorang kakak angkatan di blog ini beberapa minggu yang lalu,  ternyata blog ini sudah banyak dipenuhi jentik nyamuk dan sarang laba-laba,Man!  Tiba-tiba saya tersadar dari mati suri kalau blog Kinews ini sudah lama sekali tidak dijamahnya.

So,from now, KINEWS IS BACK, Man!

Mari kita membahas segala tentang film disini. Buat yang mau nyumbangin tulisannya disini bisa kirim tulisannya ke kine_komugm@yahoo.com . Kamu bisa kirim review film kesukaan kamu atau bisa juga kasih artikel yang terkait dengan dunia perfilman. Oiya, kamu juga bisa re-posting tulisan kamu yang ada di blog kamu untuk di posting ulang disini kalau kamu menghindakinya. Tapi plis jangan, jangan kirim tulisan untuk kontak jodoh atau promosi obat kuat disini! Itu tidak boleh ya! Mbihihihi…

Jadi mari sekali lagi kita teriakkan.

KINEWS IS BACK !! 
KINEWS IS BACK, MAAAAN!! 




Saturday, November 10, 2012

A tale of Two Sisters

Selamat malam minggu :) hayoo sapa yang malam minggunya suram? Tenang, malam minggunya tar lagi abis kok :p hihih..
Nah malem-malem minggu gini enak kali ya ngebahas film horor. Pas banget buat yang lagi sendirian :p hihih

Siapa yang suka nonton horror, hayoo? Kalo yang suka nonton film korea pasti banyak kan? Nah, film yang bakal kita bicarain kali ini adalah film korea yang horor rada mencekam gitu.

A Tales of Two Sisters

Director:Jee-woon Kim
Starring :
Kap-su Kim : Bae Moo-hyeon (Father)
Jung-ah Yum : Eun-joo (Stepmother)
Su-jeong Lim : Bae Soo-mi
Geun-Young Moon : Bae Soo-yeon

Kalau diliat dari judulnya, sudah keliatan ya ceritanya dua orang perempuan bersaudara. Film ini dibuka dengan seorang anak perempuan bernama Bae Su Mi yang sedang duduk di sebuah ruangan. Diruangan ini juga ada seorang lelaki yang seolah mengintrograsi Su Mi. Cerita kemudian dilanjutkan dengan kembalinya Su Mi bersama Ayah dan Adiknya, Soo Yeon pulang ke tempat tinggalnya. Di rumahnya, tinggalnya ibu tiri mereka, Eun Joo,  yang menunggu kepulangan mereka. Layaknya Ibu tiri di mitos yang beredar di cerita rakyat, Ibu tiri di film ini pun jahat dan kejam. 

kematian Ibu mereka dan kehadiran Ibu tiri yang kejam membuat Soo Yeon menjadi depresi. Sebagai kakak yang baik Su Mi selalu ingin melindungi si Adik. Su Mi yang sangat tidak menunyukai Eun Joo ini, benar-benar menunjukan rasa ketidak sukaannya terhadap Eun Joo. Berbeda dengan sang adik yang hanya memilih diam karena terlalu takut dengan ibu tirinya. Eun Joo pun juga tak segan-segan untuk menghukum So yeon secara fisik jika ia melakukan kesalahan. Dan karena ini film bergenre horror, tentu saja tak lepas dari kehadiran sosok mengerikan dalam film ini. Sosok hantu perempuan sering muncul yang membuat sang adik menjadi semakin depresi. Dan kehadiran hantu itu menimbulkan peristiwa-peristiwa aneh dirumah mereka. Masalah yang muncul pun semakin banyak. Hubungan kedua kakak beradik ini dengan Eun Joo semakin kacau. Sayangnya, Ayah mereka terlalu cuek.


Suatu ketika burung peliharaan milik Eun Joo ditemukan mati dengan kepala terpotong. Eun Joo pun marah kepada Soo Yeon dan mengurung di dalam lemari. Beberapa kali kejadian Soo Yeon dikurung di dalam lemari ini berulang, Su Mi mencoba member tahu si ayah yang tidak juga mengindahkan kata-kata Su Mi. Suatu saat ketika terbangun dan mendapati adiknya tidak ada. Kemudian Su Mi mendapati Eun Joo yang sedang membawa sebuah karung yang penuh darah. Su Mi mencoba menghentikan ibu tirinya, sayangnya  Su Mi justru jatuh pingsan karena perlawan si Eun Joo . Dan herannya, ketika iya terbangun, sang ayah ada di sampingnya dan semua bukti kejadian tadi sudah tidak ada. Ayah mencoba menenangkan si Su Mi.


Dan ternyata, itu semua memang tidak pernah ada. Itu semua hanya ada di dalam pikiran Su Mi. Su Mi memiliki gangguan jiwa yang membuatnya mengambil dan bermain peran sebagai siapa saja. Su Mi yang menjadi si Ibu tiri, Su MI yang menjadi Soo Yeon juga.  Film ini benar-benar pintar memainkan alur ceritanya. Saya sendiri tidak sadar bahwa ternyata itu semua cuma ada di pikiran Su Mi. Padahal dari awal cerita sudah dikatakan bahwa Su Mi memiliki gangguan jiwa. Di akhirnya ceritanya barulah diberikan flashback mengenai apa yang pernah terjadi dulu. Eun Joo adalah seorang perawat pengasuh keluarga, karena ibu kandung mereka sakit. Su Mi menduga bahwa sang ayah berselingkuh dengan perawat tersebut. SU Mi menjadi tidak suka dengannya. Sampai suatu hari Soo Yeon menemui ibunya yang meninggal di dalam lemari, Soo yeon yang mencoba membangunkan ibunya dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya. Sayangnya,hal itu justru membuat lemari tersebut jatuh dan menimpa dirinya. Karena mendengar kegaduhan tersebut, Eun Joo, menuju kamar So Yoen dan mendapati So yeon tertimpa lemari mengaruk-garuk lemari untuk mengeluarkan dirinya. Syangnya, Eun Joo hanya melihatnya dan tidak menolongnya. 


A tale of Two Sisters ini bisa di bilang bukan seperti film horror biasanya yang melulu soal hantu. Atau kata mas-masnya yang pernah saya temui di movie box bilang ‘film hantu yang banyak hantunya tapi ndak banyak ngomongnya’. Film ini layaknya film korea lainnya, penuh dengan drama. Selain itu film ini membuat kita bertanya-tanya dan berfikir ketika menyaksikannya. Seperti adegan di awal cerita, dimana kita sudah dibuat bertanya-tanya, siapakah seorang anak perumpuan yang sedang ditanya-tanyai tersebut? Sehingga bisa dikatakan ketika kita menontn film ini kita harus ikut berfikir, memahami dan menebak apa yang akan terjadi, karena film ini bukan tipe film yang gampang ditebak seperti film-filmnya Disney. Nah jadi bisa dikatakan kalau film ini adalah Film Horror dengan bumbu drama yang diberikan sedikit kemisteriusan yang mempermainkan psikologis.


Selamat malam minggu, semoga  malam minggu kalian tidak horror dan tidak mengalami gangguan psikologis. Tenang, buat kalian yang jomblo, mungkin bisa bermain peran seperti Su Mi biar tidak merasa sendirian.. :p hihihi