Judul : The Squid and the Whale
Sutradara : Noah Baumbach
Produser : Wes Anderson
Penulis : Noah Baumbach
Pemeran : Jeff Daniels, Jesse Eisenberg, Laura
Linney, Owen Kline
Tanggal
Rilis : 2005
Judul
di atas sebenarnya merupakan line pertama
film ini. Line tersebut menggambarkan
bentuk tim ketika keluarga Berkman sedang bermain tenis pada adegan pembuka,
namun siapa sangka bahwa “mom and me versus you and dad” kemudian benar-benar terjadi
dan membagi keluarga Berkman menjadi dua?
Bernard
Berkman (Jeff Daniels) adalah seorang novelis yang mulai mengalami penurunan
karir dan lebih disibukkan mengajar sastra di sebuah perguruan tinggi.
Sementara itu, istrinya, Joan (Laura Linney), baru saja merintis karirnya
sebagai penulis dan menerbitkan tulisannya yang justru meningkatkan ketegangan
dengan suaminya. Pertengkaran-pertangkaran terus terjadi, hingga akhirnya
sepasang suami istri itu memutuskan untuk bercerai. Mereka memanggil kedua anak
laki-laki mereka yang masih berusia remaja, Walt (Jesse Eisenberg) dan Frank
(Owen Kline) untuk berkumpul bersama di ruang tengah, dan mengatakan niat
mereka untuk bercerai. Karena Bernard kemudian memutuskan untuk menyewa sebuah
rumah, ia dan Joan mengatur jadwal pertemuan dengan anak-anak mereka secara
bergilir, meskipun pada akhirnya Walt tinggal dan menetap bersama ayahnya,
sedangkan Frank memilih bersama ibunya.
Film
ini memusatkan perhatian pada perilaku Walt dan Frank sebagai ‘korban’ kasus
perceraian. Walt dan Frank menunjukkan perjuangan pribadi dengan cara yang
berbeda untuk menangani stres menghadapi perceraian orang tuanya. Pendekatan langsung
digunakan film ini untuk menggambarkan kerusakan yang disebabkan oleh
perceraian pada anak-anak. Secara jujur, film ini menjelaskan bagaimana
kata-kata makian yang sering kali diucapkan anak sebenarnya merupakan cerminan
kehidupan sekitarnya, yang dalam hal ini adalah keluarga. Masalah seks juga
diperbincangkan, dengan menyoroti masa pertumbuhan remaja yang kurang mendapat
pengawasan dari orang tua. Namun film ini tidak hanya berbicara mengenai
perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja, tetapi membawa pesan moral yang
kuat dan menekankan pada nilai-nilai keluarga.
Meskipun
mengisahkan tentang masalah keluarga, film ini bukan film yang layak ditonton
oleh seluruh anggota keluarga. Karena mengandung konten seksual, bahasa kasar,
dan penggunaan alkohol, maka film ini dikategorikan R (Restricted), yang berarti anak-anak yang masih berusia di bawah 17
tahun tidak diizinkan untuk menonton film ini, kecuali di bawah pengawasan
orang tua atau orang dewasa.
Semi-autobiografi Noah Baumbach,
sutradara drama-komedi
Noah
Baumbach yang memiliki latar belakang keluarga penulis (ayahnya, Jonathan Baumbach,
adalah seorang novelis, sedangkan ibunya, Georgia Brown, adalah seorang
kritikus film) terinspirasi untuk menulis cerita ini dari pengalaman pribadinya
serta perceraian orang tuanya. Persamaan profesi orang tua tidak hanya
melahirkan pembicaraan menarik tentang Dickens saat makan malam, namun juga
mengundang persaingan, bahkan antara suami dan istri.
Sebagai
seorang sutradara, Noah Baumbach tetap bertahan pada spesialisasinya sebagai
pengarah film bergaya drama-komedi. Hingga tahun 2012, ia telah menyutradarai
tujuh film, dan semuanya adalah film drama-komedi. Namun demikian, film
drama-komedi yang ditampilkan bukan sekadar komedi ringan, akan tetapi tetap
memuat nilai-nilai kritis kehidupan sosial manusia.
Setelah
The Squid and the Whale dirilis pada
tahun 2005, Noah Baumbach menyutradarai Margot
at the Wedding (2007), Greenberg (2010),
dan Frances Ha (2012). Ketiganya juga
merupakan film yang beraliran sama dengan The
Squid and the Whale.
Aliran black comedy
Dalam
beberapa situs khusus film, seperti Internet
Movie Database (IMDb), The Squid and the
Whale disebut sebagai sebuah film beraliran komedi. Namun demikian, lebih
tepat apabila film ini dimasukkan dalam kategori black comedy, yakni sebuah genre
komedi yang menggunakan black humor.
Istilah black humor berasal dari
bahasa Perancis, humour noir. André Breton, seorang teoretikus surealis, pertama kali
menggunakan istilah tersebut dalam bukunya yang berjudul Anthology of Black Humor untuk menggambarkan sub-genre komedi dan satir, di mana tawa
muncul dari sinisme dan skeptisisme
Yang membedakan black
comedy dengan tipikal komedi lainnya adalah unsur-unsur komedik yang
disampaikan melampaui tindakan yang hanya menceritakan lelucon, namun berfokus
pada komedi situasional. Tujuan dari black
comedy adalah untuk meringankan penjelasan mengenai topik-topik serius,
tabu, bahkan isu-isu vulgar, seperti kematian, pembunuhan massal, bunuh diri,
penyakit, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, penyalahgunaan narkoba,
pemerkosaan, perang, terorisme, dan lain sebagainya. Black comedy menawarkan situasi yang tragis, suram,
atau aneh sebagai elemen utama plot.
Dalam
The Squid and the Whale, situasi
utama yang disuguhkan adalah perceraian. Film ini tidak hanya menunjukkan
permasalahan suami-istri yang kemudian memicu perceraian, namun juga menjelaskan
bagaimana kondisi anak-anak setelah orang tuanya bercerai, bagaimana perceraian
mempengaruhi pola pikir dan bertindak mereka, bagaimana usia belia disadari
menjadi usia rawan, dan didikan keluarga menjadi bagian penting.
Salah
satu hal yang perlu dipikirkan berkaitan dengan perceraian adalah hak asuh anak,
yang kemudian oleh film ini diangkat menjadi tagline; Joint Custody Blows.
Komedi situasional yang ditampilkan dalam film ini satu di antaranya adalah
ketika Bernard dan Joan juga memperebutkan hak asuh atas seekor kucing
peliharaan keluarga mereka. Situasi tersebut menjadi getir bagaimana perceraian
memaksa banyak hal untuk terbagi-bagi, termasuk hal sederhana seperti hewan
peliharaan. Unsur humor yang digambarkan dalam kejadian tragis ditambah ketika Walt bertanya kepada
ayahnya, “Dad, what will happen with the cat?” kemudian shot beralih ke arah kucing mereka yang sedang bermalas-malasan,
dan tidak tahu apa-apa bahwa dirinya sedang diperebutkan.
Karakterisasi tokoh
Karakterisasi
tokoh dalam film ini mayoritas digambarkan melalui pikiran dan tindakan yang
dilakukan tokoh. Karakterisasi melalui percakapan tokoh lain tidak sepenuhnya
dapat menggambarkan watak tokoh, karena dominasi perasaan tidak suka terhadap
tokoh. Karakterisasi subjektif semacam ini tampak pada adegan ketika Walt
mengatakan kepada adiknya, Frank, bahwa ibu mereka adalah seorang pembohong.
Pada kenyataannya, belum tentu sang ibu adalah seorang pembohong, karena
pendapat Walt dipengaruhi oleh perasaan tidak suka pada ibunya karena ia
menganggap bahwa ibunya adalah penyebab perpecahan keluarga mereka.
Bernard
digambarkan sebagai sosok yang arogan dan bersikap superior. Pengetahuannya
yang luas menjadikannya sering menilai orang lain dan kurang memberikan
toleransi pada perbedaan persepsi. Terlepas dari sisi negatif yang dimiliki,
Bernard memiliki sifat penyayang. Meskipun mengetahui istrinya berselingkuh, ia
berusaha untuk membujuk istrinya mencabut gugatan cerai demi keutuhan rumah
tangganya.
Joan
adalah sosok istri yang kurang patuh. Ia juga diketahui beberapa kali
berselingkuh. Namun demikian, sisi bijaksananya sebagai seorang ibu digambarkan
ketika ia menegur Bernard yang tinggal bersama Lili, mahasiswinya yang berusia
20-an tahun, padahal ia juga tinggal bersama anak laki-lakinya yang mulai
beranjak dewasa. Laura Linney mampu membawakan karakter ini dengan baik. Ia
berperan sebagai seorang perempuan yang tidak setia, namun pada beberapa bagian
mampu membalikkan emosi penonton menjadi bersimpatik padanya, seperti ketika ia
sedang bertengkar dengan Walt.
Dua
karakter lain yang ditonjolkan, yakni Walt dan Frank. Walt lebih senang
mengklaim ide orang sebagai miliknya untuk mendapat apresiasi, bahkan ia pernah
menyanyikan lagu Pink Floyd yang berjudul Hey
You dalam acara pertunjukan bakat di sekolahnya dan mengakuinya sebagai
karyanya, hingga akhirnya ia mendapat masalah dengan pihak sekolah karena hal
tersebut. Berbeda dengan kakaknya, Frank memilih untuk tinggal bersama ibunya
karena ia hampir selalu dalam posisi disalahkan oleh ayah dan kakaknya,
meskipun pada kenyataannya ia justru kurang mendapat perhatian dari ibunya yang
sibuk berkencan. Di tengah kesendiriannya, ia mulai mengenal alkohol dan
masturbasi.
The
Squid and the Whale
Judul
film ini merujuk pada diorama seekor cumi-cumi raksasa yang sedang melawan
seekor paus yang berada di American
Museum of Natural History. Diorama tersebut ditunjukkan pada adegan
terakhir film, yakni ketika Walt mengunjungi museum. Namun demikian, tidak
dijelaskan secara gamblang pemaknaan judul dan diorama tersebut.
Yang
paling sederhana, bisa saja The Squid and
the Whale dan kaitannya dengan diorama seekor cumi-cumi raksasa yang sedang
melawan seekor paus menggambarkan konflik antara Bernard dan Joan. Lebih dalam
lagi, hal tersebut juga dapat menggambarkan konflik antara Walt dan Frank pasca
perceraian orang tua mereka, atau konflik internal masing-masing individu. Kemungkinan
lainnya, The Squid and the Whale
merujuk pada memori masa kecil Walt ketika orang tuanya belum bercerai. Hal
tersebut dijelaskan pada beberapa adegan sebelumnya ketika Walt mengunjungi
psikiater. Ia menceritakan pengalamannya yang menyenangkan bersama ibunya
sewaktu ia masih kecil. Mereka menonton film favorit bersama, lalu mengunjungi
museum. Semula ia merasa begitu takut dengan diorama cumi-cumi dan paus, namun
setelah mendengarkan nasehat dari ibunya, rasa takutnya berkurang.
Meskipun
tak jarang menimbulkan kebingungan, namun judul The Squid and the Whale justru memberikan ruang bagi penonton untuk
memberikan interpretasi masing-masing dan tidak terpaku pada penggarap film.
Perceraian di Brooklyn
The Squid and the Whale
berlatar
era 1986. Di era tersebut, telepon genggam dan internet belum menjadi budaya
masyarakat, sehingga komunikasi yang dilakukan masih bersifat langsung, maupun
menggunakan telepon rumah sebagai satu-satunya media populer. Meski tak jarang
isu perceraian dikaitkan dengan kurangnya komunikasi dalam keluarga, tetapi film
ini berkata lain. Keluarga Bernard melakukan tradisi makan bersama. Dengan kata
lain, keluarga Bernard masih memiliki quality
time, namun perceraian tetap tidak dapat dihindari.
Dalam
film ini dijelaskan bagaimana perceraian orang tua bukan lagi menjadi isu baru
bagi remaja di Brooklyn, namun tetap menjadi suatu hal yang sulit dipercaya
ketika melanda orang tua mereka. Hal tersebut dijelaskan dalam dialog antara
Walt dengan ibunya setelah rapat keluarga di ruang tengah.
Walt : “I can’t imagine living like this.”
Joan : “Don’t most of your friends already
have divorced parents?”
Walt : “Yeah, but I don’t.”
Selain
itu, digambarkan pula betapa bingungnya Frank mendengar kabar bahwa orang
tuanya akan bercerai. Ia menangis, lalu menelepon beberapa teman terdekatnya.
Disfungsi keluarga
Keluarga disfungsional biasanya terjadi
akibat kecanduan alkohol atau obat-obatan terlarang, atau lain-lain oleh orang
tua, seperti penyakit jiwa atau gangguan kepribadian orang tua, atau pengalaman
keluarga orang tua yang disfungsional. Berdasarkan sebuah penelitian, sejak
tahun 1960-an, di Amerika sudah banyak kasus perceraian, sehingga timbullah
disfungsi keluarga yang mengakibatkan anak-anak tidak mendapat perhatian yang
utuh dari kedua orang tuanya. Dengan demikian, pada masa The Squid and the Whale mengambil latar waktu, sudah banyak terjadi disfungsi keluarga dikarenakan
kasus perceraian dan
masalah-masalah yang ditimbulkan.
Dalam jurnal Family Relations, dikatakan bahwa anak
yang memiliki orang tua kooperatif lebih sedikit memiliki masalah perilaku
dibandingkan mereka yang memiliki orang tua yang sudah berpisah. Anak-anak dengan
orang tua yang sudah berpisah dijelaskan memiliki masalah dengan kepercayaan
diri, kepuasan terhadap kehidupan dan sekolah, pengalaman dengan rokok,
obat-obatan, maupun alkohol. Hal serupa juga ditemukan oleh para peneliti dari
Pennsylvania State University yang hanya sedikit mendukung kayakinan masyarakat
bahwa masih ada perceraian yang ‘baik’, yakni yang masih bersikap kooperatif
dalam hal pengasuhan anak.
The Squid and the Whale
arahan
sutradara Noah Baumbach secara terbuka memuat situasi seksual yang melibatkan
remaja dan orang dewasa, serta berbagai kata-kata kasar, namun memberikan pesan
moral terutama bagi para remaja yang mengalami perceraian orang tua. Disajikan
dengan faded technique oleh Robert
Yeoman, sang Director of Photography,
film ini terkesan penuh nostalgia. Lagu-lagu yang digunakan sebagai soundtrack pun menambah kesan 80-an.
Meskipun
mengandung pesan positif, yakni mengenai pengaruh destruktif perceraian, namun
hal tersebut disampaikan dengan cara vulgar demi menjunjung nilai realisme. Hal
tersebut terlihat pada konten seksual yang ditampilkan—yang meskipun tidak
digambarkan secara erotis, namun kasar. Selain itu, banyak pula ditemukan
kata-kata makian. Namun demikian, hal ini bukan menjadi kekurangan film ini,
melainkan menjelaskan bahwa film ini menggunakan gayanya sendiri dalam
memberikan visualisasi, yakni jujur, terbuka, dan apa adanya.
Boleh saja
dikatakan sudah banyak film lain yang berbicara mengenai keluarga, perceraian, single-parent, masalah remaja, namun
apabila The Squid and the Whale menjadi
nominasi Oscar di Academy Awards, USA
dan memenangkan 19 penghargaan, seperti AFI
Award di AFI Awards, USA, Directing
Award dan Waldo Salt Screenwriting Award di Sundance Film Festival, Austin Film Critics Award di Austin Film
Critics Association, Best Actress di
Las Palmas Film Festival, dan lain-lain, serta 27 nominasi lainnya, tentu
menambah poin alasan untuk menonton film ini.
No comments:
Post a Comment