Saturday, December 25, 2010

JAFF

Kine akan mengadakan pemutaran film-film JAFF yang akan dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut mulai tanggal 27 hingga 29 Desember 2010. Berikut keterangannya:

- 27 Desember 2010
  Pemutaran film "Prison and Paradises"
  Waktu: 12.30
  Tempat: Ruang Multimedia Fisipol

- 28 Desember 2010
  Pemutaran film "Perampok Ulung"
  Waktu: 9.30
  Tempat: Ruang Multimedia Fisipol

-29 Desember 2010
  Pemutaran film "Tehran Without Permission (Iran-France)"
  Waktu: 12.30
  Tempat: Ruang Multimedia Fisipol.

Acara ini 100% gratis dan terbuka untuk umum. Be there! :D

Wednesday, December 15, 2010

Diklat Kedua


Kine is back! Setelah mengikuti diklat perdana kine di awal Desember lalu (4-5 Desember 2010), para peserta diklat yang terdiri dari angkatan 2009 dan 2010, kini mengikuti kembali diklat yang kedua. Diadakan pada tanggal 12 Desember 2010, antusias para peserta tidak hilang begitu saja. Kali ini Kine menghadirkan dua orang pembicara yang tidak asing lagi bagi kalian calon film maker. Pembicara pertama adalah Anggi Noen atau akrab dipanggil Cecep dari Limaenam films. Setelah kemarin para peserta diberi tugas masing-masing membuat sebuah sinopsis bertema bebas, diklat kali ini Cecep membedah dan membahas semua hasil sinospsis para peserta.

Hasil sinopsis para peserta diberi pujian oleh Cecep. Semua sinopsis peserta tidak ada yang jelek, karena segala cerita berasal dari imajinasi masing-masing orang. Banyak tips dan pesan yang diberikan Cecep untuk membuat sinopsis yang bagus dan mengesankan.
Dilanjutkan dengan pembicara kedua, yaitu Purbanegara atau Popo dari Limaenam films juga. Masih seputar tahap awal dalam membuat sebuah film. Ada 4 tahap dalam membuat skenario film :
1. Ide yang out of the box
2. Menulis sinopsis yang fokus dan mampu menarik minat menonton orang
3. Membuat scene plot. Scene plot di bagi menjadi dua, yaitu : plot utama dan sub plot. Popo menekankan bahwa sub plot tidak boleh melebihi porsi dari plot utama, namun tetap berhubungan.
4. Skenario yang mudah dan jelas

Di akhir diskusi, Popo memberikan pesan, bahwa ketika ingin membuat sebuah film, cobalah pilih salah satu fokus dalam cerita. Carilah satu masalah, kasus, atau tema, dan fokuskan dalam film. Kemudian, para peserta akhirnya diberi kesempatan untuk memproduksi sebuah film yang akan mereka garap dengan sinopsis yang dipilih dari para peserta. Dengan adanya produksi film ini, diharapkan para peserta mampu belajar langsung dan bersemangat dengan apa yang mereka kerjakan. Hidup KINE klub KOM! (Bian Devina)

Tuesday, December 7, 2010

Kunjungan Fiagra

Sabtu (4/12) Kine mendapatkan kunjungan dari Fiagra, klub film Fakultas Teknik UGM. Acara berlangsung dari pukul sepuluh hingga empat sore. Acara dibuka dengan sambutan dari kedua ketua klub film, games, pemutaran film, dan dilanjutkan dengan diskusi film. Acara berlangsung lancar dan menyenangkan. Semoga kunjungan dan nonton film bersama ini menjadi awal kegiatan rutin Kine - Fiagra :)


 Sambutan dari April selaku Ketua KINE


Presentasi KINE




 Sambutan dari Ipan selaku ketua Fiagra 



Lunch time! ^^

 Games



 Pemutaran Film


Diskusi Film



Sampai berjumpa lain waktu, Fiagra! :)

Diklat Perdana KINE


Tidak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2010. Dan hal ini menandakaan saatnya Kine Klub KOM UGM hunting personil. Dari hasil “perburuan” yang dilakukan sejak awal semester lalu, telah terjerat lebih kurang 30 orang peserta calon anggota Kine Klub KOM yang rela ‘membuang waktunya’ untuk sekedar ‘bermain’ dengan perfilman.

Untuk itulah Kine Klub KOM UGM mengadakan diklat yang merupakan agenda rutin setiap tahun sebagai upaya pengenalan dunia perfilman kepada awak baru. Rencananya diklat tersebut akan diadakan pada bulan awal November lalu. Namun karena terkendala kondisi Jogja yang tidak kondusif akibat letusan gunung Merapi, acara diklat terpaksa diundur hingga Desember.

Pada diklat perdana yang berlangsung selama 2 hari (tanggal 4-5 Desember 2010), para peserta diklat yang terdiri dari angkatan 2009 dan 2010 jurusan llmu Komunikasi UGM tersebut, mulai diperkenalkan mengenai dunia film secara mendasar seperti sejarah serta perkembangan perfilman, “bahasa” dan unsur-unsur film, dan jenis-jenis dari film. 

Jika dilihat berdasarkan sejarah dan perkembangannya, film dapat dibagi menjadi empat, antara lain:
  • Sebagai media
- media untuk menampilkan “keindahan” (estetika) = [art stylistic, questioning, deconstructing, conventions and canons]
- media sebagai alat propaganda = dalam hal ini dapat dikatakan bahwa film memiliki kekuatan politik, karena mampu mempengaruhi audiens [nation-state image builder, post colonialism critics on visual and narrative point of view]
- media sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan (ekonomi) = [block buster, pop-corn and rating]
  • Sebagai alat pengembangan teknologi (technology expansion)
  • Sebagai seni ? (1) expression= seni dalam berekspresi. Di dalam setiap film pasti memiliki “nilai” ataupun “filosofi” yang ingin disampaikan ke pada para audiensnya; (2) style= seni dalam “gaya.” Setiap film memiliki ciri khas dari sang “penciptanya”; (3) language convention=  sama halnya dengan gaya, setiap film juga memiliki cara bertutur yang berbeda pula dalam  emnyampaikan epsan yang dibawanya.
  • Sebagai ilmu/bahan pelajaran ? hal ini bila dikaitkan dengan masalah production, graphic image, distribution, press, dan masalah media massa lainnya yang merupakan bentuk pengembangan dari film ini. 

Selain membahas tentang sejarah dan perkembangan dari film, diklat yang dibawakan oleh Elida dari KINOKI, juga mengupas secara cerdas tentang unsur penting yang ada di dalam sebuah film. Antara lain, bagaimana ide menjalar menjadi cerita yang akhirnya berujung pada sebuah skenario, bagaimana style yang berkembang di kehidupan sehari-hari dapat dijadikan statement dan nantinya dapat dibuat sebagai auteur, serta bagaimana genre dapat digabungkan dengan movement sehingga menghasilkan kolaborasi yang apik dalam film. Itulah yang perlu dimaknai untuk membentuk sebuah film nantinya kelak.

Tak berhenti sampai di sana saja, Elida juga turut membahas mengenai genre-genre apa saja yang ada dalam dunia film dan inspiring movement-nya. Dan dari sinilah dapat kita lihat bahwa film itu terdiri dari banyak genre yang merupakan pengembangan dari jenis yang sebelumnya pernah ada. Barangkali saat ini kita baru mengetahui beberapa genre film yaitu jenis-jenis mainstream yang banyak beredar di pasaran (bioskop, DVD,dll) seperti, mellow drama, comedy, horror, thriller, dll. Namun ternyata masih ada beberapa jenis pengembangan dari film lain. 



Pembahasan mengenai hal-hal mendasar dalam perfilman tersebut berlangsung selama lebih kurang 2,5 jam dan diakhiri dengan nonton bareng. Walaupun hanya dihadiri 1/3 dari peserta yang mendaftar (dikarenakan adanya ujian susulan dan kuliah tambahan pasca letusan merapi) diklat tersebut berakhir dengan cukup sukses. Semoga dapat lebih sukses dan lancer di diklat-diklat berikutnya. Dan semoga para calon Kine Klub KOM dapat menyumbangkan karya film anak bangsa yang dapat bersaing di internasional kelak. Hidup KINE KLUB KOM!!! [Vivin Lizetha]

Tuesday, November 30, 2010

Hello Fiagra!


Sabtu, 4 Desember 2010 Kine akan kedatangan kunjungan dari Fiagra, klub film dari Fakultas Teknik UGM. Dalam kunjungan persahabatan ini, juga turut diputar dua film sineas Fiagra (Speak Up, dan HTM8K), dan empat film sineas Kine (Maaf Bioskop Tutup, Bank Memory, Teh Mardjono, dan Kita Tidak Benar Benar Bicara).

Pemutaran akan dilangsungkan di ruang preview Kampus Sekip*. Acara dimulai dari pukul sepuluh hingga selesai. Mari datang dan menonton film! :)

MARMOS November!

Mari Menonton Sinema (MARMOS)
Rabu, 1 Desember 2010 pukul 09.30, di Ruang Multimedia FISIPOL UGM
See you there


Review The Cove bisa dilihat disini

Sunday, October 31, 2010

DIKLAT KINE


Kalian suka film? Pengen tahu tentang film lebih dalam lagi? Pernah bikin film? Atau pengen bikin mencoba bikin sebuah film?
Ayo bergabung dengan Kine. Pendaftaran terbuka bagi anak Komunikasi UGM yang berminat dengan dunia perfilman. Melalui Diklat ini kalian bisa belajar lebih jauh lagi tentang film. Selain itu, kalian juga bakal belajar memproduksi film pendek. Seru kan? Makanya, yuk ikutan. Mari berkarya dalam Film !!! :D

Sunday, October 24, 2010

Merayakan Halloween Bersama Edward Scissorhands


Senin (18/10) lalu, Kine Club Jurusan Ilmu Komunikasi UGM mengadakan agenda rutinnya, yaitu sebuah pemutaran film yang akrab disebut dengan Marmos (Mari Menonton Sinema). Acara yang diadakan setiap dua kali dalam sebulan ini bertujuan untuk memfasilitasi para penikmat film agar dapat menonton fim dengan layar besar di Ruang Multimedia Lantai 3 Gedung Yong Ma. Kali ini film yang diputar adalah Edward Scissorhands. Sebuah film besutan Tim Burton yang diperankan oleh Johnny Depp dan Winona Ryder. Film ini berkisah tentang seorang remaja bernama Edward yang bertangan penuh dengan gunting.

Banyak yang bertanya, mengapa divisi pemutaran, selaku penanggung jawab Marmos memilih film lawas tahun 1990 ini? Alasannya simpel, karena bulan oktober sangat erat kaitannya dengan Halloween, yang selalu dirayakan setiap tanggal 31 Oktober di seluruh dunia. Meski kultur di Indonesia jarang merayakan perayaan tersebut, Kine Club ingin sedikit membawa percikan Halloween pada pemutaran kali ini. Edward Scissorhands memang bukan film ber-genre horor. Namun, dengan melihat tokoh Edward yang bertangan gunting, divisi pemutaran berharap agar para penonton bisa merasakan sensasi Halloween yang identik dengan wajah serta pakaian yang seram.

Pemutaran yang dimulai pukul 09.30 awalnya sepi penonton. Hal tersebut dikarenakan banyak mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sedang kuliah. Beruntung sekitar pukul 10.30, mahasiswa baru angkatan 2010 berbondong-bondong datang ke acara yang telah dibuat oleh divisi pemutaran sejak dua minggu silam. Marmos kala itu pun dihadiri oleh mahasiswa JPP (Jurusan Politik dan Pemerintahan) juga mahasiswa Jurusan Sosiologi.

Suasana riuh serta tepuk tangan para penonton kian ramai ketika film Edward Scissorhands selesai. Ketika ditanya bagaimana kesan mereka setelah menonton film ini, Gilang (Ilmu Komunikasi 2010) berkomentar, “Filmnya bagus, setting tempatnya juga bagus, padahal cuma di studio.” Ya, itulah salah satu alasan lagi, mengapa divisi pemutaran memilih film ini. Mereka ingin menyajikan film bermutu dengan cerita yang tidak biasa seperti film kebanyakan. Lagipula, banyak diantara mereka yang belum pernah menonton film berdurasi 105 menit ini.

Sebuah acara tidak akan sukses jika tidak memiliki pengunjung atau penonton. Oleh karena itu, Kine Club terutama divisi pemutaran sangat berharap adanya respon positif terhadap acara Marmos yang rutin dibuat ini. Meskipun Marmos terhitung acara kecil, namun jika tidak ada yang berminat datang, acara tersebut akan sia-sia. Dan yang ingin diperjelas sekali lagi, acara ini tidak hanya tertutup bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi saja, semua kalangan pun boleh datang ke acara yang biasa diadakan di Ruang Multimedia ini. Karena film adalah seni, maka setiap orang pun berhak memberi apresiasi.

Merayakan Halloween Bersama Edward Scissorhands

Senin (18/9) lalu, Kine Club Jurusan Ilmu Komunikasi UGM mengadakan agenda rutinnya, yaitu sebuah pemutaran film yang akrab disebut dengan Marmos (Mari Menonton Sinema). Acara yang diadakan setiap dua kali dalam sebulan ini bertujuan untuk memfasilitasi para penikmat film agar dapat menonton fim dengan layar besar di Ruang Multimedia Lantai 3 Gedung Yong Ma. Kali ini film yang diputar adalah Edward Scissorhands. Sebuah film besutan Tim Burton yang diperankan oleh Johnny Depp dan Winona Ryder. Film ini berkisah tentang seorang remaja bernama Edward yang bertangan penuh dengan gunting.

Banyak yang bertanya, mengapa divisi pemutaran, selaku penanggung jawab Marmos memilih film lawas tahun 1990 ini? Alasannya simpel, karena bulan oktober sangat erat kaitannya dengan Halloween, yang selalu dirayakan setiap tanggal 31 Oktober di seluruh dunia. Meski kultur di Indonesia jarang merayakan perayaan tersebut, Kine Club ingin sedikit membawa percikan Halloween pada pemutaran kali ini. Edward Scissorhands memang bukan film ber-genre horor. Namun, dengan melihat tokoh Edward yang bertangan gunting, divisi pemutaran berharap agar para penonton bisa merasakan sensasi Halloween yang identik dengan wajah serta pakaian yang seram.

Pemutaran yang dimulai pukul 09.30 awalnya sepi penonton. Hal tersebut dikarenakan banyak mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sedang kuliah. Beruntung sekitar pukul 10.30, mahasiswa baru angkatan 2010 berbondong-bondong datang ke acara yang telah dibuat oleh divisi pemutaran sejak dua minggu silam. Marmos kala itu pun dihadiri oleh mahasiswa JPP (Jurusan Politik dan Pemerintahan) juga mahasiswa Jurusan Sosiologi.

Suasana riuh serta tepuk tangan para penonton kian ramai ketika film Edward Scissorhands selesai. Ketika ditanya bagaimana kesan mereka setelah menonton film ini, Gilang (Ilmu Komunikasi 2010) berkomentar, “Filmnya bagus, setting tempatnya juga bagus, padahal cuma di studio.” Ya, itulah salah satu alasan lagi, mengapa divisi pemutaran memilih film ini. Mereka ingin menyajikan film bermutu dengan cerita yang tidak biasa seperti film kebanyakan. Lagipula, banyak diantara mereka yang belum pernah menonton film berdurasi 105 menit ini.

Sebuah acara tidak akan sukses jika tidak memiliki pengunjung atau penonton. Oleh karena itu, Kine Club terutama divisi pemutaran sangat berharap adanya respon positif terhadap acara Marmos yang rutin dibuat ini. Meskipun Marmos terhitung acara kecil, namun jika tidak ada yang berminat datang, acara tersebut akan sia-sia. Dan yang ingin diperjelas sekali lagi, acara ini tidak hanya tertutup bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi saja, semua kalangan pun boleh datang ke acara yang biasa diadakan di Ruang Multimedia ini. Karena film adalah seni, maka setiap orang pun berhak memberi apresiasi.

[Anisa Ika Tiwi]

Thursday, October 14, 2010

Little Miss Sunshine


Little Miss Sunshine merupakan film arahan sutradara Jonathan Dayton dan Valerie Faris. Film berdurasi 103 menit ini menceritakan tentang sebuah keluarga yang terdiri dari Richard Hoover (Greg Kinnear), seorang ayah yang merupakan seorang pengusaha yang selalu melontarkan kenyataan buruk yang malah semakin memperkeruh suasana; Sheryl Hoover (Toni Collate) istri dari Richard yang dengan rasa keibuannya berusaha sabar untuk menghadapi setiap kejadian; Frank Ginsberg (Steve Carell) adik dari Sheryl yang baru keluar dari pusat rehabilitasi karena berusaha bunuh diri ketika mengetahui pasangan homo nya selingkuh; Edwin Hoover (Alan Arkin) ayah dari Richard, seorang pecandu narkoba yang sangat suka berkata kasar dan vulgar, namun sebenarnya sangat sayang dengan keluarganya; Dwayne Hoover (Paul Dano) anak sulung yang bersumpah tidak akan berbicara sampai berhasil masuk akademi penerbangan; dan Olive Hoover (Abigail Breslin) anak perempuan polos yang sangat ingin mengikuti kontes kecantikan “Little Miss Sunshine” di California.

Demi mewujudkan keinginan Olive, keluarga Hoover menuju California. Mereka melakukan perjalanan darat dengan truk kuningnya. Permasalahan dimulai ketika presneling mobil tua mereka rusak. Untuk terus berjalan, keluarga Hoover harus mendorongnya bersama-sama sebelum dinaiki. Tak hanya itu saja, di perjalanan, permasalahan datang silih berganti. Klimaksnya adalah ketika Edwin Hoover meninggal di penginapan dalam perjalanan karena overdosis. Karena Edwin-lah yang sangat ingin Olive mengikuti kontes Little Miss Sunshine, keluarga Hoover akhirnya sepakat untuk membawa mayat Edwin dari rumah sakit untuk terus ke California.

Dalam perjalanan, Olive yang iseng mangambil brosur tes buta warna dari rumah sakit, berusaha mengettes Dwayne. Dari sini keluarga Hoover mengetahui fakta lain bahwa Dwayne buta warna, dan seorang pilot tidak boleh buta warna. Ia merasa stress dan melampiaskannya dengan memaki. Ya, Dwayne kembali berbicara.

Konflik terus terjadi dalam perjalanan meuju California. Keluarga Hoover terus melalui masalah personal yang hanya bisa diselesaikan bersama-sama. Seperti kebanyakan film hollywood, Little Miss Sunshine juga menampilkan ending yang membahagiakan. Namun, kritik pedas terhadap gaya hidup dan sudut pandang seseorang terhadap sesuatu yang terdapat dalam dialog antar tokoh dalam film ini, membuat Little Miss Sunshine mempunyai kekuatan dan seolah-olah menyentil permasalahan kehidupan sehari-hari.

Bila ditelisik, keluarga Hoover merupakan sebuah keluarga disfungsional. Keluarga disfungsional merupakan jenis keluarga yang memiliki banyak konflik. Konflik yang terjadi bisa merupakan suatu perilaku buruk seperti pelecehan seksual terhadap antar anggota keluarganya. Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor. Diantaranya adalah akibat dari kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang. Individu yang tumbuh dalam keluarga ini menganggap hal tersebut adalah sebagai hal yang lumrah dan wajar.

Hal ini juga dialami oleh Dwayne dan Olive. Dibesarkan dengan tekanan dari keluarga, mereka berdua menganggap apa yang terjadi terhadap dirinya adalah hal yang lumrah. Diantara sifat dan perilaku keluarganya yang “luar biasa”, mereka berdua sebagai remaja dan anak kecil berusaha mencari keseimbangan. Dwayne dengan melawannya, dan Olive dengan keluguannya.

Keluarga Hoover memang mempunyai karakteristiknya masing-masing. Walaupun perlakuan mereka yang disfungsional, tapi peranan mereka dalam film ini sangat menegaskan arti keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Melihat sedikit kisah hidup keluarga Hoover, memberikan kita pelajaran dan rasa lebih menghargai terhadap kehidupan, terutama kehadiran keluarga.


MARMOS!

MARMOS (Mari Menonton Sinema) Oktober 2010.
See you there! :)


Wednesday, September 29, 2010

Nonton Bareng

Pemutaran film rutin Kine Komunikasi UGM 
'Memories of Murder'
Ruang Multimedia Fisipol
Kamis, 30 September 2010


Memories of Murder
Sutradara: Bong Joon-Ho
Rilis: 2 Mei 2003
Durasi: 127 menit
Pemain: Song Kang-Ho, Kim Sang-Kyung, Kim Roe-Ha, Song Jae-Ho

Berdasarkan kisah nyata, film Korea ini bercerita tentang kasus pembunuhan tragis seorang wanita yang ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan. Dua detektif ditugaskan untuk mengusut tuntas kasus ini. Namun semua tersangka yang dicurigai tidak terbukti melakukan pembunuhan. Belasan tahun berselang, kasus ini tak kunjung menemui titik terang.  

Namun tiba-tiba para detektif itu menyadari sesuatu yang selama ini luput dari pemikiran mereka. Setitik kejelasan tentang tragedi pembunuhan mulai terungkap. Siapakah sebenarnya pembunuh wanita itu? Apa motif pembunuhan itu?

Ayo teman-teman, mari bersama-sama datang dan nonton film Memories of Murder. Untuk konfirmasi lebih lanjut silakan hubungi Karla. See you soon! :)



Tuesday, September 21, 2010

Kine Bulan Ini...

Jadwal Kine bulan September:


Nonton bareng film-film karya Avikom, UPN
23-24 September 2010, 18.00

Avikom UPN mengundang Kine Komunikasi UGM untuk datang ke acara screening karya-karya mereka. Bagi yang ingin ikut, silahkan menghubungi April untuk konfirmasi kehadiran, maksimal tanggal 21 September 2010.

The Way Home

Judul : The Way Home (Jibeuro)
Sutradara: Lee Jeong-Hyang
Rilis : 2002
Durasi : 88 menit
Pemain : Seung-ho Yu, Eul-boon Kim

Secara garis besar, film ini bercerita mengenai culture shock yang dialami seorang anak laki-laki bernama Sang-Woo. Bocah berusia tujuh tahun ini sudah terbiasa dengan gaya hidup modern di kota besar. Namun karena masalah ekonomi keluarga, ibunya terpaksa menitipkan Sang-Woo pada neneknya yang tinggal di sebuah desa terpencil. Tidak sekadar lingkungan baru yang asing, Sang-Woo juga dipaksa untuk beradaptasi dengan neneknya yang bisu dan buta huruf. 

The Way Home dipenuhi oleh adegan-adegan penolakan Sang-Woo terhadap sang nenek dan lingkungan barunya. Dengan gaya khas anak-anak, karakter Sang-Woo mampu memainkan emosi penonton. Lucu, tapi juga sangat menyebalkan. Salah satu adegan favorit adalah saat Sang-Woo mulai cemas menunggu neneknya yang tidak kunjung pulang dari pasar. Adegan ini sangat merepresentasikan hubungan nenek dan cucu pada sebagian besar masyarakat, dekat tapi cenderung canggung. 

Film ini memang melankolis dan penuh ironi. Namun Lee Jeong-Hyang berhasil memberikan bumbu humor yang unik dan pas, sehingga The Way Home tidak menjadi film yang monoton dan membosankan. Finally, this is a high recommended movie. Just watch it and get some good things to learn!
[Rizma Kristiana]

Sumber gambar disini

Thursday, August 26, 2010

Mengenal Sutradara 2

Alfred Hitchcock :
The Master of Thriller yang Takkan Tergilas Zaman

Buat kamu-kamu yang mengaku sebagai pencinta film pastinya tak asing dengan nama satu ini. Alfred Hitchcock, sutradara asal Inggris yang terkenal dengan karya-karya thriller. Lewat “tangan dingin”nya, Hitchcock yang mempunyai nama lengkap Sir Alfred Joseph Hitchcock ini, mampu melahirkan berpuluh-puluh film yang sebagian besar bergenre thriller selama enam dekade karirnya di dunia perfilman. Hal ini menjadikan sebagai salah satu sutradara terbaik dan terpopuler sepanjang zaman. Tidak berlebihan rasanya apabila pria yang lahir tanggal 13 Agustus 1899 di Leytonstone, London, Inggris ini diberikan gelar “Hitch The Master of Suspense” atau “The Master of Thriller” atas pretasinya tersebut.

Selain telah menyutradarai 67 film sepanjang tahun 1921–1976, pria yang meninggal dalam umur 80 tahun ini juga turut memproduseri 28 film dan menulis 22 film lainnya. Walaupun demikian, Hitchcock belum pernah sekalipun memenangkan penghargaan bergengsi, Oscar Award, sepanjang perjalanan karirnya. Padahal, dilansir oleh sebuah situs berita online, dari hasil survei yang dilakukan Turner Classic Movies (TCM) di London, menempatkan nama Hitchcock sebagai sutradara yang paling pantas mendapat Oscar mengalahkan sutradara film Ranging Bull, Martin Scorsese. Namun, apa hendak dikata, dari enam karyanya, termasuk Psycho dan Rear Window, yang masuk nominasi Oscar tak satu pun dari film tersebut yang berhasil mendapatkan penghargaan.

Walaupun demikian, sebanyak 29 penghargaan dan 17 nominasi mampu diraihnya. Beberapa di antara ia peroleh lewat film fenomenalnya, Rear Window (1954), yang mampu mengilhami banyak film-film modern bergenre sama seperti Disturbia (D.J. Caruso) dan What Lies Beneath.

Profil Singkat
Nama : Alfred Joseph Hitchcock
Lahir : 13 Agustus 1899 Leytonstone, London, Inggris
Meninggal : 29 April 1980 (umur 80) Bel Air, Los Angeles, California, Amerika Serikat
Nama lain : Hitch The Master of Suspense
Pekerjaan : Sutradara
Tahun aktif : 1921–1976
Pasangan : Alma Reville (1926–1980)
Karya-Karya :
- Family Plot (1976)
- Frenzy (1972)
- Topaz (1969)
- Torn Curtain (1966)
- Marnie (1964)
- The Birds (1963)
- "The Alfred Hitchcock Hour"
- "Alfred Hitchcock Presents" (1955-1961)
- Psycho (1960)
- "Startime" (1960)
- North by Northwest (1959)
- Vertigo (1958)
- "Suspicion" (1957)
- The Wrong Man (1956)
- The Man Who Knew Too Much (1956)
- The Trouble with Harry (1955)
- To Catch a Thief (1955)
- Rear Window (1954)
- Dial M for Murder (1954)
- I Confess (1953)
- Strangers on a Train (1951)
- Stage Fright (1950)
- Under Capricorn (1949)
- Rope (1948)
- The Paradine Case (1947)
- Notorious (1946)
- Spellbound (1945)
- Watchtower Over Tomorrow (1945)
- The Fighting Generation (1944)
- Lifeboat (1944)
- Bon Voyage (1944)
- Aventure malgache (1944)
- Shadow of a Doubt (1943)
- Saboteur (1942)
- Suspicion (1941)
- Mr. & Mrs. Smith (1941)
- Foreign Correspondent (1940)
- Rebecca (1940)
- Jamaica Inn (1939)
- The Lady Vanishes (1938)
- The Girl Was Young (1937)
- Sabotage (1936)
- Secret Agent (1936)
- The 39 Steps (1935)
- The Man Who Knew Too Much (1934)
- Strauss' Great Waltz (1934)
- Number 17 (1932)
- East of Shanghai (1931)
- Mary (1931)
- The Skin Game (1931)
- Murder! (1930)
- The Shame of Mary Boyle (1930)
- An Elastic Affair (1930)
- Elstree Calling (1930) (some sketches)
- Blackmail (1929)
- The Manxman (1929)
- Sound Test for Blackmail (1929)
- Champagne (1928)
- Easy Virtue (1928)
- The Farmer's Wife (1928)
- When Boys Leave Home (1927)
- The Lodger: A Story of the London Fog
- Fear o' God (1926)
- The Pleasure Garden (1925)
- Always Tell Your Wife (1923) (uncredited)
- Number 13 (1922) (unfinished)
(Sumber : http://www.imdb.com/)

Penghargaan Film-Film Karya Alfred Hitchcock
Berikut beberapa penghargaan salah satu film Alfred Hitchcock yang terkenal, Rear Window:
a. Academy Awards
Sutradara Terbaik (Nominasi)
Sinematografi Terbaik (Nominasi)
Rekaman Suara Terbaik (Nominasi)
Penulis Skenarion Terbaik (Nominasi)
b. Edgar Allan Poe Awards : Film Terbaik (Menang)
c. Bafta Awards : Film Terbaik (Nominasi)
d. Writers Guild Of America : Drama Amerika Terbaik (Menang)
e. New York Film Critics Circle Awards : Aktris Terbaik (Menang)
f. National Boar Of Review : Aktris Terbaik (Menang)



Rear Window

Berikut ini adalah resensi dari salah satu film fenomenal garapan Alfred Hitchcock, Rear Window atau yang juga dikenal dengan judul Alfred Hitchcock's Rear Window. Film yang langsung diproduseri oleh Alfred Hitchcock sendiri ini pertama kali diputar di Amerika Serikat pada tahun 1954. Namun kemudian kembali dirilis pada September 2007 di Amerika.
Ceritanya berkisah tentang L.B. "Jeff" Jeffries, seorang jurnalis foto yang mengalami kecelakaan saat dirinya bertugas. Kecelakaan tersebut menyebabkan salah satu kaki Jeff patah dan memaksanya untuk beristirahat lama hingga keadaannya kembali membaik.
Untuk mengisi waktu luang dan menghilangkan kebosanannya, Jeff mencari kesibukan yang dapat dilakukannya selama masa penyembuhan tersebut. Setiap hari ia selalu mengamati dan memperhatikan kehidupan para tetangganya yang tinggal di apartemen sebelah lewat jendela kamar apartemennya yang kebetulan terletak di lantai atas. Kehidupan para tetangga tersebut sangat beragam serta lengkap dengan drama kehidupannya masing-masing.
Ada seorang wanita kesepian yang sangat mendambakan seorang kekasih. Keadaan itu terkadang membuat wanita tersebut berbicara sendiri dengan kekasih khayalannya. Kemudian ada lagi seorang pengarang lagu yang memainkan musiknya setiap hari, wanita gendut yang gemar berjemur di halaman, seorang penari cantik yang dikelilingi banyak pria, sepasang pengantin baru yang selalu menutup tirai mereka, serta pasangan paruh baya nyentrik yang selalu tidur di teras apartemen. Yang terakhir, Jeff juga mengamati seorang tetangganya bernama Lars Thorwald, seorang salesman. Selain disibukkan dengan pekerjaannya, Thorwald juga harus kerepotan merawat istrinya yang sedang sakit. Dan tampaknya Thorwald tidak terlalu senang dengan keadaan tersebut.
Hingga suatu malam, Jeff melihat gerak-gerik yang mencurigakan dari sang salesman, Thorwald. Dia mondar mandir keluar masuk apartemennya sambil membawa gergaji dan pisau serta sebuah tas besar. Kecurigaan Jeff semakin bertambah ketika ia menyadari bahwa istri Thorwald sudah tidak pernah terlihat lagi. Hal ini membuat Jeff menjadi bertanya-tanya dan penasaran. Bersama dengan Lisa (kekasih Jeff) dan Stella (seorang perawat tua), Jeff berusaha menyelidiki dan memecahkan misteri tersebut dengan mengumpulkan bukti-bukti melalui apa yang ia lihat lewat jendela apartemennya.

Film Rear Window ini sebenarnya hanya mengangkat sebuah cerita remeh-temeh dengan tema yang sederhana. Namun ini merupakan sebuah karya yang patut diacungi jempol. Dengan hanya menggunakan scoring, efek dan setting yang sederhana, sang sutradara, Alfred Hitchcock, mampu mengemas sesuatu yang biasa saja bahkan tidak penting sekalipun menjadi sebuah mahakarya yang fenomenal yaitu Rear window. Bahkan film bergenre thriller-misteri ini mampu mengilhami banyak film-film thriller modern seperti Disturbia (D.J. Caruso) dan What Lies Beneath. Dapat dikatakan bahwa film Rear Window adalah salah satu pelopor film thriller di dunia, hasil karya tangan dingin Alfred Hitchcock, the master of thriller.

Penasaran dengan kedahsyatan film Rear Window??? Nyoooookkk…, It’s time to watch, ndud!!!
Yeaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh…..

Data Film
Judul Film : Rear Window
Genre : Thriller-Misteri
Sutradara : Alfred Hitchcock
Produser : Alfred Hitchcock
Penulis Skenario : Cornel Woolrich, Jhon Michael Eyes
Studio Produksi : Paramount Pictures, Patron Inc
Distributor : Paramount Picture (1954-1983) - Universal Studios (Sejak 1983) - USA Films (Re-Release)
Bahasa : Inggris
Durasi : 112 Menit
Tahun Rilis : September 2007 (Amerika) [Vivin Lizetha]


(Sumber : kitanews.com HARY)

Monday, August 23, 2010

Mengenal Sutradara

Berapa film yang pernah kamu tonton? Sepuluh? Seratus? Seribu? Atau bahkan lebih? Ya, tak ada yang menyangkal kalau menonton film merupakan hiburan yang menyanangkan. Dari sekian banyak film yang pernah kamu tonton, berapa yang jadi favoritmu? Sepuluh? Seratus? Seribu? Atau bahkan semuanya? Menurut saya, film favorit itu relatif. Itu tergantung pada mereka yang menonton karena mereka mempunyai representasi yang berbeda terhadap apa yang mereka tangkap dari film tersebut. Lalu, berapa sutradara yang kalian favoritkan? Sepuluh? Seratus? Seribu? Atau... tidak ada? Mungkin, mungkin, karena terlalu menikmati cerita film, terkadang kita lupa siapa sutradaranya. Siapa dibalik salah satu faktor penentu kesuksesan film? Siapa “otak”dari film tersebut? Hm.....

Postingan kali ini, akan memberikan sedikit informasi mengenai beberapa sutradara dan review filmnya. Enjoy! :)



Wong Kar Wai
Wong Kar Wai merupakan sutradara Hong Kong. Wong lahir di Sanghai, China, pada tahun 1958. Wong bersama keluarganya pindah ke Hong Kong pada usia lima tahun. Sebulan setelah kepindahannya, terjadi Revolusi Kebudayaan di Cina yang memisahkan Wong dengan ayah, kakak, dan adiknya selama beberapa tahun. Satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan mereka adalah melalui surat. Dari sinilah, Wong belajar dan memperoleh kecintaannya terhadap menulis.

Lulus SMA, Wong melanjutkan pendidikannya ke Hong Kong Polytechnic College jurusa Desain Grafis. Namun, passionnya saat itu adalah fotografi. Pada 1980, tahun kedua kuliahnya, Wong memutuskan untuk berhenti dan mengikuti Production Training Course yang diselenggarakan Hong Kong Television Broadcast, Ltd (HKTVB). Disana, Wong menjadi asisten produksi beberapa drama serial. Wong kemudian menjadi asisten sutradara dan menulis beberapa sekenario. Pada 1982, Wong meninggalkan HKTVB untuk mengejar karirnya menjadi penulis sekenario dan ternyata sukses besar! Ia menulis 50 sekenario yang 10 diantaranya difilmkan dimana Wong yang menjadi sutradaranya.

Film pertamanya, “As Tears Go By” (1989), meraih sembilan nominasi di Hong Kong Film Awards. Ini merupakan jumlah nominasi yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk seorang sutradara baru. Berikut beberapa film yang juga disutradainya:
- Days of Being Wild (1991)
- Chungking Express (1994)
- Ashes of Time (1994)
- Fallen Angels (1995)
- Happy Together (1997)
- In the Mood for Love (2000)
- 2046 (2004)
- My Blueberry Nights (2007)
- The Lady from Shanghai (2009)

Chungking Express merupakan film tersukses dengan meraih 5 penghargaan, dan 6 nominasi di berbagai festival film di China dan Hong Kong. Sedangkan My Blueberry Nights (2007), merupakan film pertama Wong yang menggunakan Bahasa Inggris. Norah Jones, penyanyi jazz Amerika juga menapaki jejaknya yang pertama dalam dunia akting dalam film ini. Wong sendirilah yang memilih Norah Jones sebagai pemeran utama dalam My Blueberry Night. Wong memilih Norah Jones berdasarkan interpretasi dalam gaya bermusiknya, yang juga mendominasi soundtrack film ini, jazz.

Film-film Wong yang dicintai kritikus Hong Kong tak lepas dari Ciri khasnya yang kerap menggunakan adegan slow motion. Selain itu, Wong juga selalu mendorong artis yang bermain dalam filmnya untuk berimprovisasi. Ia selalu memberikan mereka peran berbeda, yang membuat mereka memenangkan beberapa penghargaan. Sebut saja beberapa artis besar Hong Kong seperti: Maggie Cheung, Tony Leung Chiu-wai, Tony Leung Kar-fai, Leslie Cheung, dan Brigitte Lin Ching-Hsia.



My Blueberry Nights

The last few days, I've been learning not to trust people and I'm glad I've failed. Sometimes we depend on other people as a mirror to define us and tell us who we are and each reflection makes me like myself a little more.

Kini, saya akan membahas film pertama Wong Kar Wai yang full Bahasa Inggris, My Blueberry Nights. Menonton film ini membuat saya teringat bagaimana rasanya sakit hati dan dikhianati. Lagi, prinsip Wong untuk mengimprovisasi akting dan kepiawaian pemerannya, mengahsilkan dialog kuat yang terkesan wajar namun “dalam”.

Elizabeth (Norah Jones) mengetahui bahwa pacarnya berselingkuh di kafe milik Jeremy (Jude Law) yang sering didatanginya. Dengan emosi, Elizabeth menitipkan kunci mantan pacarnya ke Jeremy untuk diberikan ke mantannya jika dia datang. Namun, berkali-kali Elizabeth mengecek, mantan pacarnya tak juga datang. Karena sering datang ke kafe itu, Elizabeth menjadi dekat dengan Jeremy. Tiap malam ia datang dan berukar cerita. Dari Jeremy, Elizabeth tahu bahwa ternyata banyak orang yang juga menitipkan barang (yang semuanya berupa kunci) kepada Jeremy untuk diberikan kepada mantan pasangan mereka. Meskipun jumlahnya sudah setoples dan tak ada yang mengambilnya, Jeremy enggan membuang kunci tersebut. Ia berpendapat kalau ia membuang kunci itu, pemiliknya pasti tidak akan membuka pintu (atau apapun yang dikunci dengan kunci tersebut) selamanya.

Untuk mengobati rasa sakit hati dan menabung untuk membeli sebuah mobil, Elizabeth lalu mengadakan perjalanan ke Memphis, dan menjadi pelayan Bar. Disitu, Elizabeth bertemu Arnie (David Strathairn) pemabuk yang juga mengalami patah hati karena istrinya Sue Lynne (Rachel Weisz), yang umurnya terpaut jauh dengan Arnie, meninggalkannya. Perjalanan pun berlanjut. Di kota selanjutnya, Elizabeth bertemu dengan Leslie (Natalie Portman) pejudi lihai yang mengajak Elizabeth bermain dengan keberuntungan.

Dari perjalanan itu, Elizabeth belajar banyak hal. Ia juga mendapatkan banyak hikmah yang membuatnya lebih tegar dalam menghadapi masalahnya sendiri. Semua keluh kesahnya tetap ia ceritakan ke Jeremy melalui surat. Surat yang dikirimnya selalu tanpa alamat. Ini membuat Jeremy gemas karena tak bisa membalas suratnya. Segala usaha dicoba Jeremy untuk menemukan lokasi Elizabeth, namun sia-sia.

Setahun kemudian, Elizabeth kembali ke New York, mengunjungi dan menemui Jeremy di cafenya, mengobrol, sampai mereka sadar bahwa ada “sesuatu” diantara mereka berdua. :)
-Rating: 4/5-



Chung King Express

We're all unlucky in love sometimes. When I am, I go jogging. The body loses water when you jog, so you have none left for tears.

Film ini mempunyai dua cerita utama. Gerakan slow motion yang menjadi ciri khas Wong juga dapat ditemui dalam film ini. Berbeda dengan My Blueberry Nights, Chung King Express mempunyai aura yang lebih “gelap”.

Cerita dibuka dengan kisah patah hati seorang polisi Taiwan, Qiwu (Takeshi Kaneshiro) *Kaneshiro ganteng banget di film ini :p*. Qiwu baru mengalami putus cinta dengan kekasihnya, Mey, pada tanggal 1 April. Sedikit terguncang, Qiwu memilih untuk menunggu mantan pacarnya, selama sebulan. Qiwu berharap, dengan menunggu dan terus berusaha, dia akan mendapatkan Mey kembali. Hampir setiap hari Qiwu menghubungi Mey melalui telepon yang terletak di depan toko makanan. Tidak sampai disitu, Qiwu juga selalu membeli nanas kalengan yang merupakan buah favorit Mey. Tidak sembarang nanas, Qiwu selalu membeli nanas yang tanggal kadaluarsanya 1 Mei. Selain sebagai batas waktu untuk menunggu Mey, 1 Mei juga merupakan ulang tahun Qiwu.

1 Mei pun tiba dan Mey tak kunjung berubah pikiran. Qiwu yang patah hati lalu memakan semua nanas kadaluwarsanya. Ia lalu menghabiskan malam di sebuah bar. Disana ia bertemu dengan seorang Gadis Berambut Pirang (Briggite Lin), seorang bandar narkoba yang baru rugi besar. Qiwu pun mendekati Gadis Berambut Pirang itu dan berusaha menarik perhatiannya. Namun untuk kesekian kalinya, cinta tidak berada di pihak Qiwu. Dalam kesepiannya, Qiwu sadar bahwa dia harus bangkit dan melupakan Mey maupun Gadis Berambut Pirang itu. Dalam perjalanan ke toko maanan langganannya, ia bertemu dengan rekannya sesama polisinya, dan disinilah kisah kedua dimulai.

Cerita kedua merupakan kisah asmara yang kandas antara seorang polisi Cop 663 yang namanya tidak diketahui (diperankan oleh Toni Leung), dan seorang pramugari (Valerie Chow). Cop 663 dicampakan oleh si Pramugai yang pergi dengan lelaki lain. Di tempat makan langganannya (yang juga sering didatangi Qiwu), Cop 663 bertemu Faye (Faye Wong), seorang pramusaji di rumah makan tersebut. Secepat kilat, Faye langsung jatuh cinta terhadap Cop 663.

Suatu hari, si Pramugari mendatangi rumah makan tersebut untuk bertemu Cop 663. Namun Cop 663 tidak ada disana. Si Pramugari lalu menitipkan surat yang langsung dibaca oleh seluruh karyawan toko makanan itu, ketika si Pramugari pergi. Dalam surat juga disertakan sebuah kunci apartemen Cop 663.

Faye lalu mengunjungi apartemen Cop 663 dan membersihkannya untuk menata kembali hidup Cop 663. Mereka lalu jatuh cinta dan berjanji untuk berkencan di sebuah restoran California. Namun, Faye tak kunjung datang. Ia menghilang.

Setahun kemudian, Faye kembali. Ternyata selama ini ia megikuti pelatihan pramugari, dan kini ia telah resmi menjadi seorang pramugari. Faye lalu bertemu Cop 663 kembali di rumah makan yang telah dibeli dan dirubah Cop 663 menjadi rumah makan mewah.
-Rating: 3/5-



Tertarik? Ayo langsung cari filmnya di rental film terdekat. Jangan lupa juga browsing, dan ikut milis Wong Kar Wai (www.wongkarwai.net) untuk mendapatkan informasi dan perkembangan mengenai film-film terbarunya. Semoga tulisan ini dapat memberikan referensi dan sedikit pengetahuan baru bagi teman-teman. Salam Film! :D [diaz bela yustisia]



NB: Buat temen-temen yang mau share tentang film yang udah di tonton silakan kirim ke email april (namakudiit@yahoo.com) atau diaz (aurora.borealis8@yahoo.com) atau langsung ke emailnya Kine (kine_komugm@yahoo.com) mau yang mana aja boleh, lewat fb atau ketemu langsung buat nyerahin naskah juga boleh! hehehe. Terimakasih! :D


Thursday, June 17, 2010

The Lovely Bones


"i was fourteen years old when i was murdered"

Kehidupan setelah kematian memang masih menjadi misteri. Kapan? Bagaimana? dan seperti apa kehidupan disana? Nggak ada yang tau. Well, kecuali untuk Mereka yang sudah pergi kesana mendahului kita. Sayangnya Mereka nggak bisa kembali untuk sekedar bercerita...

Oke, The Lovely Bones (2009) seolah-olah turut mendeskipsikan itu semua. Susie Salmon, tokoh utama dalam film ini diceritakan meninggal pada usianya yang keempatbelas. Dengan sudut pandang dari Susie, penonton seolah-olah diajak berkeliling kedalam dunia setelah kematian.

Menurut saya, nuansa yang disajikan Peter Jackson selaku sutradara cukup baik. Menonton film ini membuat saya teringat akan mimpi-mimpi buruk yang pernah saya alami. Warna, situasi, dan ketidakjelasan yang dialami Susie Salmon di alam setelah kematiannya mirip dengan kejadian dalam mimpi buruk. Representasi simbol-simbol yang digunakan yang berkaitan dengan kehidupan nyata antara Susie dan keluarganya juga turut membangun emosi. Nilai plus untuk Peter Jackson yang juga telah menyutradai "Distric 9" dan "Lord of the Rings Trilogy".

Over all, ceritanya unik, dan sangat direkomendasikan untuk ditonton di sela-sela pengerjaan tugas-tugas UAS sebagai sarana refreshing (pengalaman pribadi. ehehe). Pemeran film ini juga sangat mendukung jalan cerita. Akting mereka juga tidak mengecewakan. Seperti Susie Salmon (Saorise Ronan) dan Ray Singh (Reece Ritchie, yeeeaaah. he also known as Bis on Prince of Persia!) .

Well, selamat menonton teman-teman! :) [diaz bela yustisia]






NB: Buat temen-temen yang mau share tentang film yang udah di tonton silakan kirim ke email april (namakudiit@yahoo.com) atau diaz (aurora.borealis8@yahoo.com) atau langsung ke emailnya Kine (kine_komugm@yahoo.com) thanks... :)

Tuesday, June 15, 2010

Berapa Film yang Anda Tonton Hari ini?

Berapa film yang anda tonton hari ini? Saya nonton 4,, hahahaha
Yup, di tengah ujian yang mengguncang dunia kalian kiners it`s better to take a break for a while,, and i do that, setelah melewati dua ujian yang lucu nan menggemaskan saya pikir saya butuh hiburan. Hari ini saya menyewa 6 film dari 10 yang saya rencanakan. untung reportase dan manajemen media mengingatkan saya untuk tidak takabur. Jadilah hanya enam film yang saya sewa. Dari enam film saya akan menulis dua film (dulu ya) yang memang bagus menurut saya.

Film pertama berjudul Accidens Happen


Director: Andrew lancaster

Writer: Brian carbee

Genre: Drama Comedy

Cast:
Geena Davis as Gloria Conway

Harrison gilbertson as Billy Conway

Harry Cook as Larry Conway

Joel Tobeck as Ray Conway

Saya bener-bener menikmati menonton film ini. Film ini punya opening yang bagus banget, paduan slow motion adegan, musik, dan prolognya pas banget. by the way enggak tau gimana ya ini kali kedua saya nonton film dengan prolog dan bernada sama pula. mungkin sedang jadi tren atau gimana kita cari tahu nanti.

Hidup tidak akan pernah sama lagi setelah sebuah kecelakaan. Kecelakaan adalah satu hal yang mungkin bisa membawa kesedihan namun sebenarnya bisa juga sebuah jalan keluar yang diberikan oleh Tuhan. kira-kira begitulah inti cerita yang saya dapat dari film ini. Film ini brcerita tentang kehidupan keluarga conway setelah kecelakaan mobil yang terjadi pada mereka. Kecelakaan tersebut menewaskan satu-satunya anak perempuan mereka, Linda Conway dan membuat salah satu anak mereka Eugene Conway koma. Setelah delapan tahun 'luka' akibat kecelakaan tersebut masih saja membekas pada keluarga Conway. Rumah tangga yang bertambah runyam bagi gloria dan Ray conway. menjadi seorang alkoholic bagi Larry Conway. Namun semua keliahatan baik-baik saja bagi Billy Conway.

Billy adalah satu-satunya anggota keluarga Conway yang paling kelihatan baik-baik saja. Namun di dalam hatinya ia juga berpikir dengan semua kekacauan yang terjadi setelah kecelakaan. Kekacauan hidup tidak hanya terjadi pada keluarga Conway, Doughlas Post, sahabat kental Eugene juga merasakan ketidaksamaan hidup pasca kecelakaan naas itu. Yang pertama dilakukan Bill justru membangkitkan kembali semangat Doughlas. Namun hal itu justru membawa mereka pada kecelakaan berikutnya, kematian ayah Douglas.
Pastinya selalu ada yang berubah setelah kecelakaan.

Namun, apakah kecelakaan selalu harus merubah 100% hidup kita? Jawabannya tidak. Film ini ingin mengatakan bahwa kadang apa yang terjadi seburuk apapun tdak salah untuk larut sedih, tapi tidak untuk mengacaukan hidupmu. biarkanlah itu terjadi kemudian lanjutkan hidupmu seperti biasa atau jadilah orang baru dengan penuh optimisme.

Film ini highly recomended, cara bercerita yang tidak membosankan dan akting yang sekali lagi menawan untuk geena davis. Kalo ada yang pernah liat The president di metro TV, si Geena davis ini pemerannya. Oh, ya Film ini juga mendapat tiga penghargaan di tahun yang sama film ini di rilis.

1. Youth jury Award di Sea International Film festival
2. Golden Gsyphon di Giffoni Film festival
3. Nominasi untuk best film di Catalonian Intternational Film Festival

So, kalo gak tahu musti nonton apa? Film ini bisa kamu masukin di daftar pinjaman minggu ini.


Film kedua berjudul The Cove



Director : Louie Psihoyos

Writer : Mark Monroe

Genre : Documentary, Feature


Saya tidak pernah bisa menikmati menonton film dokumenter. Beberapa film dokumenter yang saya tonton terlalu datar dan memakai cara bercerita yang membosankan. Menonton The Cove, saya bahkan enggan untuk berpaling sedetik saja. Film ini membuat saya larut untuk terus mengikuti kira-kira bagaimana kelanjutannya. Plot tiga babak yang disajikan mungkin yang membuat saya tidak bosan. Ok, film ini bercerita tentang seorang aktivis pecinta ikan lumba-lumba Ric O`barry yang berusaha membongkar bagaimana kejamnya pembantaian lumba-lumba yang dilakukan oleh nelayan jepang di daerah Taiji. Seperti kata Ric, Taiji adalah daerah yang nampaknya sangat peduli dengan lumba-lumba dan paus namun justru menjadi tempat di mana lumba-lumba paling banyak di bunuh. Menarik sekali mengetahui berapa lama Ric menjadi aktivis pemerhati lumba-lumba. 35 tahun. Dulu ric adalah seorang pelatih lumba-lumba terkenal, tahun 1964 ia muncul di serial TV Flipper. Serial yang bercerita tentang lumba-lumba cerdas penolong manusia. Ric menjadi aktivis pasca kematian, Kathy, lumba-lumba kesayangannya. Selama 35 tahun ia telah menjadi musuh nomor satu Sea World. Yang tentu saja semua orang tahu apa sea world itu? Mereka meraup dollar dari menjual pertunjukan lumba-lumba bahkan anjing laut. Selama tiga puluh lima tahun itu pula ia telah beberapa kali di tahan karena melepaskan lumba-lumba yang dikurung.

The Cove sendiri bercerita bagaimana sebenarnya Ric ingin membuka mata dunia tentang praktek kejam pembunuhan lumba-lumba di Taiji, Jepang. Kemudian, ia dibantu oleh beberapa orang untuk menjalankan misi dokumentasinya tersebut. Apa yang mereka lakukan untuk bisa mengambil gambar proses pembunuhan lumba-lumba bikin saya berdecak kagum. Bayangkan aja, mereka sampai membuat properti berupa batu karang untuk bisa menyimpan kamera tersembunyi. Tempat pembantaian lumba-lumba itu adalah sebuah lagoon cantik. Namun proses pengambilan gambar dilarang di sana.

Isu mengenai kekejaman Taiji dalam membantai lumba-lumba telah menjadi pembicaraan seluruh dunia. Namun tampaknya lobbying Jepang di forum internasional masih sangat kuat untuk membuat praktek kejam ini dilarang sepenuhnya. Lucu juga mengutip pernyataan ric, "mereka (taiji) mempertunjukkan lumba-lumba sambil menjual dagingnya dalam pertunjukan"
Lumba-lumba di taiji selain diambil untuk dilatih dan dijual keseluruh pertunjukan air seluruh dunia. Dagingnya juga dijual di supermarket-supermarket di jepang. Bahkan mungkin di seluruh dunia. Jahatnya, daging lumba-lumba itu diberi label daging paus. kenapa? karena menurut penelitian daging lumba-lumba punya kadar merkuri paling tinggi. So... mereka memberi makan merkuri pada penduduknya.

Buat kalian pecinta binatang, aktivis lingkungan, dan semacamnya. Film ini sangat bagus dan highly recomended. Film ini cukup membuka mata tentang bagaimana tarik menarik antara kepentingan kapitalisme dan hati nurani sebagai manusia.
Film ini memenangkan 24 penghargaan lho. Film ini juga menang Oscar dengan kategori best documentary features.

So enjoy those movie. (Ditta Aprilia)
NB: Buat temen-temen yang mau share tentang film yang udah di tonton silakan kirim ke email saya namakudiit@yahoo.com atau ke auroraborealis@yahoo.com tx...

Thursday, June 10, 2010

Kine nonton kine di Kinoki

Tanggal 8 juni kemarin diadakan acara bernama KINE NONTON KINE di KINOKI. Acara direncanakan mulai pukul 19.00 tapi ternyata mundur setengah jam karena hujan dan menunggu penonton berdatangan. Acara KINE NONTON KINE ini adalah acara pemutaran film dan diskusi bersama kine-kine se- jogja. Ada lima film yang diputar:

1. Kita tidak Benar-benar bicara |Ditta Aprilia |Kine komunikasi UGM
2. Bank Memory |Irham Nur Ansari |Komunikasi UGM
3. Staratelj |Pandhu Aji Surya |Kine Atmajaya
4. Layang-layang Ayah Bunda | Wisnia Roshy|Chiko UMY
5. 3 Hari Untuk sementara |Rico hendar |Kine UMY

Sayangnya acara ini tidak begitu ramai dihadiri oleh teman-teman kine. mungkin faktor hujan dan ujian penyebabnya, hehehehe.
Diskusi di acara ini pun terbilang sangat menarik. banyak sekali masukan-masukan penting yang disampaikan. Beberapa kritik membangun juga banyak disampaikan. Isu utama dalam diskusi ini adalah pelompatan besar ide-ide dari film-film yang diputar. menurut mas ipunk, salah satu penonton, ide-ide semacam ini belum terpikirkan oleh pembuat film muda di masanya. Pembuat film muda masa sekarang telah mengalami lompatan besar. Namun ia juga menambahkan, lompatan besar ini jangan sampai menjadikan para filmamker muda sebagai hasil karbitan sebuah proses workshop dan semacamnya. Penting untuk melewati tiap fase agar karya yang dihasilkan memiliki bobot dan kualitas yang semakin berkembang.

Banyak masukan, banyak kritik, dan banyak dorongan yang harusnya teman-teman saksikan untuk berproses bagaimana menjadi seorang filmmaker.
Tentang KINE NONTON KINE juga diulas di www.komunitasfilm.org silakan di cek..

Tuesday, June 8, 2010

Pemutaran Perdana Kine, Pengabdi Setan.




Selasa, 1 Juni 2010 lalu Kine Komunikasi UGM mengadakan acara pemutaran film bertajuk "Pengabdi Setan". Ini merupakan pemutaran perdana setelah pergantian kepangurusan yang baru. Berikut Reviewnya seperti yang ditulis Amanda dalam situs Fisipol UGM (www.fisipol.ugm.ac.id)


Selasa (1/6)- KINE Club yang merupakan perkumpulan pecinta film di jurusan Ilmu Komunikasi mengadakan acara nonton bareng. Event ini diadakan dari pukul 10.00-12.00 WIB di ruang multimedia.

Film yang diputar memang bukan genre yang biasanya diputar oleh KINE Club. Sebagai sebuah organisasi film, KINE Club memang sangat familiar dengan film-film bergenre festival. Namun kali ini, organisasi dibawah KOMAKO (Korps Mahasiswa Komunikasi) memilih genre horror.

Hal ini diakui oleh Karla Sekar Arum, koordinator acara pemutaran. Dalam sambutannya, dia mengatakan bahwa pemilihan film horror memang disengaja. Karla menambahkan, pemutaran film yang berjudul Pengabdi Setan ini diharapkan dapat menjadi sebuah gebrakan pada pemutaran perdana KINE Club periode kepengurusan yang baru.

Pengabdi Setan sendiri memang termasuk lima besar film terseram di Indonesia. Walaupun tergolong film lama, itu tidak membuat aura horror menjadi berkurang. Justru aura tersebut makin terasa ketika banyak sekali penonton yang berteriak ketakutan saat setan mulai muncul di film tersebut.

Salam Pembuka



Selamat datang di KineNews, blog komunitas film Kine Komunikasi UGM.

Kine news merupakan sarana untuk menyalurkan aspirasi anggota Kine Komunikasi UGM terhadap film dan acara-acara yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh Kine Komunikasi UGM.Ulasan maupun kritik mengenai film-film pun akan ditampilkan dalam blog ini.

Kepengurusan Kine Komunikasi UGM periode 2010-2011 dipimpin oleh Ditta Aprilia. Kine News ini merupakan usulan baru yang dicetuskan oleh April untuk mempererat dan memberikan makna kepada para penikmat film baik intern Kine Komunikasi UGM, maupun bagi para pengunjung situs ini dimanapun kalian berada.

Khusus untuk mahasiswa Komunikasi UGM yang ingin menyalurkan aspirasinya bisa dikirim ke email Kine: kine_komugm@yahoo.com. Atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan banyak terimakasih. :)



Salam film!


Kine Komunikasi UGM